Warfare 101: Learn the Law of War
Konflik bersenjata atau perang adalah aktifitas yang berdampak destruktif dan negatif secara kolosal bagi banyak pihak selain yang berkonflik. Hal paling besar tentu adalah dampak hilangnya nyawa manusia warga sipil dan militer yang terus berguguran.
Perang Rusia dan Ukraina misalnya, betapa besar dampak kerusakan dan kerugian bagi kedua belah pihak, terutama Ukraina. Perang Israel dan Hamas, yang teranyar telah menelan hampir 40 ribu korban jiwa warga sipil Palestina.
Lantas, jika kita tarik ke dalam kacamata hukum, seperti apakah sudut pandangnya terhadap peristiwa perang?
Menurut Pasal 2 yang termaktub dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, ada beberapa kondisi yang memperbolehkan suatu negara mendeklarasikan perang. Kondisi tersebut misalnya dalam hal pertahanan diri dari serangan bersenjata oleh negara lain.
Selain dari pasal 2 piagam PBB, ada pula asas Jus ad bellum yang secara harfiah berarti “Hak untuk berperang”. Karna bagaimanapun juga, banyak para ahli berpendapat dan setuju bahwa konflik bersenjata ataupun perang adalah suatu tindakan yang tidak dapat dihindari (inevitable) walaupun pada piagam PBB dan Konvensi Jenewa 1949 sudah mengutuk keras hal terkait.
Oleh karna itu lahirlah asas Jus in bello setelah Jus ad bellum yang identik dengan Hukum Humaniter Internasional. Asas Jus in bello memiliki tujuan yang sama dengan IHL (International Humanitarian Law) yaitu untuk mengatur ketentuan-ketentuan apa saja yang harus ditaati apabila suatu negara tengah menghadapi konflik bersenjata/perang.
Tujuan utama dari Hukum Humaniter Internasional ialah untuk mempertahankan dan menyelamatkan nyawa manusia serta mengurangi penderitaan yang ada sebagai akibat dari perang.
Ketentuan-ketentuan perang tersebut terdapat dalam Konvensi Jenewa 1949 yang sudah diratifikasi oleh 196 negara, termasuk Indonesia melalui UU No. 59 Tahun 1958.
Ketentuan perang yang diatur dalam Hukum Humaniter Internasional antara lain adalah :
-Tidak boleh menargetkkan warga sipil.
-Memperlakukan tahanan perang dengan layak (kebersihan tempat tahanan dan makanan) serta memperbolehkan mereka untuk berkomunikasi dengan keluarganya terlepas apapun yang telah ia lakukan.
-Memberikan Red cross atau Palang Merah akses untuk menjalankan tugasnya sebagaimana mestinya, dan pasien yang dirawat berhak atas penanganan medis yang tepat dan cepat.
-Senjata yang digunakan oleh militer pada saat perang juga perlu diperhatikan agar tidak menggunakan senjata yang dapat melenyapkan suatu wilayah dengan skala besar sehingga membuat pemukiman warga sipil ikut terdampak.
-Beserta dengan alat perang yang kiranya tidak dapat membedakan antara warga sipil dan anggota militer, contoh : menggunakan robot perang atau robot militer.
Itulah beberapa ketentuan-ketentuan perang yang terdapat pada Hukum Humaniter Internasional. Dari sini saja, kita sudah dapat menyimpulkan apakah perang yang terjadi di sekitar kita merupakan perang yang sesuai dengan Hukum Humaniter Internasional atau tidak.
Kembali pada pertanyaan diatas, apakah perang itu diperbolehkan? Maka jawabannya perang adalah ketiadaan opsi lain namun harus tunduk kepada Hukum Humaniter Internasional.
© 2024 by Recita Naura. All rights reserved. Unauthorized use and/or duplication of this material without express and written permission from this site’s author is strictly prohibited.
Komentar
Posting Komentar